:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1682268/original/061826700_1502954211-1.jpg)
Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Gerindra, Andre Rosiade berencana akan mengusulkan masa jabatan presiden dan wakil presiden cukup satu periode. Namun, waktunya akan ditambah dari lima tahun menjadi tujuh tahun. Perubahan masa jabatan kepala negara ini akan diusulkan Andre jika berhasil terpilih sebagai anggota DPR periode 2019-2024.
Menanggapi wacana ini, Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Usman Kansong mengatakan, jika masa jabatan presiden dan wakil presiden diubah, maka perlu dilakukan amandemen UUD 1945. Karena, penentuan masa jabatan kepala negara ini telah diatur dalam UUD.
"Undang-Undang Dasar kita mengatakan bahwa presiden dipilih untuk masa jabatan lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Artinya kalau ide itu mau dilakukan, harus amandemen Undang-Undang Dasar dulu," ucap Usman di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).
UUD yang mengatur soal masa jabatan ini telah terang dan jelas. Namun jika ada ide untuk mengubah masa jabatan tersebut, yang bersangkutan harus mengusulkan dilakukan amandemen UUD terlebih dulu.
"Sementara amandemen Undang-Undang Dasar kita juga kan lagi banyak dipersoalkan. Ini kan sudah amandemen keempat," kata dia.
"Apakah kita mau kembali lagi ke UUD yang awal atau cukup? Saya kira amandemen ada kemajuan," lanjut Usman.
Salah satu kemajuan dalam amandemen ini adalah syarat presiden RI yang menyatakan harus WNI, sementara yang lama ditulis harus WNI asli. Dia memperkirakan, jika amandemen diusulkan, banyak pihak yang akan menolak.
"Karena dengan seperti ini bagus," ujarnya.
Terkait alasan perlunya masa jabatan ini dibatasi karena memanfaatkan fasilitas negara untuk kampanye capres petahana, Usman mengatakan di negara lain seperti Amerika Serikat tak ada perdebatan soal penggunaan fasilitas negara. Justru capres petahana dipersilakan menggunakan fasilitas negara.
"Karena itu adalah insentif bagi dia setelah bekerja selama empat tahun. Tidak ada persoalan di Amerika. Di negara-negara demokrasi yang sudah maju tidak ada isu soal fasilitas negara," kata Usman.
"Karena kenapa? UU Pemilu kita rezimnya adalah membatasi incumbent. Padahal kalau di negara lain, tidak, leluasa. Artinya fair lah. Kan sulit membedakan dia sebagai capres incumbent dan sebagai presiden," lanjutnya.
Calon presiden petahana, kata Usman, tak selalu menang. Dia mencontohkan Megawati Soekarnoputri yang dikalahkan pasangan SBY-JK pada Pilpres 2004. "Jadi itu tidak menjadi faktor karena bisa saja (petahana kalah)," pungkas Usman.
http://bit.ly/2V5EH5K
April 27, 2019 at 07:45PM from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com http://bit.ly/2V5EH5K
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment